Dia adalah
Hatib Ibnu Balta'ah. Berasal dari Yaman sahabat dekat Zubair Ibnu Awwam. Pada tahun 8 H, disaat
Rasulullah Saw sedang sibuk mempersiapkan penaklukan kota Makkah sebagaimana
yang telah dijanjikan oleh Allah, ketika itu fikiran Hatib gundah gulana. Dia
sedih memikirkan anak-anaknya dan keluarganya yang tidak aman daripada
penganiayaan kaum Quraisy, karena di Makkah mereka tidak mempunyai pelindung
yang dapat melindungi dan menjaga mereka daripada musuh-musuh Islam.
Bisikan-bisikan
syaitan selalu menggoda fikirannya hingga ia merasa kalut, dan fikirannya
buntu. Sampai pada akhirnya diapun memutuskan untuk mendekati kaum musyrikin
Quraisy dengan memberitahu kepada mereka mengenai rahasia-rahasia kekuatan
senjata yang telah dipersiapkan Rasulullah untuk penaklukan atas kota Makkah.
Tidak
pernah terfikirkan olehnya, bahwa perbuatan itu merupakan pengkhianatan
terhadap Allah dan Rasul-Nya, dan bahwa rahasia tentara adalah amanah yang ada
di bahu para perajurit. Bila salah satu rahasia sampai dibocorkan, maka
prajurit tersebut akan mendapat amarah dari Allah, malaikat-Nya dan semua kaum
muslimin, mengapa? Tentu karena dia telah membocorkan rahasia kekuatan laskar
yang akan menghadapkan pasukannya pada bahaya dan sekaligus menghadapkan tanah
air pada kebinasaan.
Itulah
langkah yang terburuk dalam kehidupan Hatib Ibnu Balta'ah. Dia bertekad untuk
memberitahu kaum Quraisy tentang tentara Islam yang telah dipersiapkan
Rasulullah Saw. Cahaya iman telah padam di hatinya. Dia tidak lagi memikirkan
keagungan akidah dan melupakan KeImanannya terhadap Allah dan Rasul-Nya. Maka
dengan tangan gemetar Dia mulai menulis surat kepada pembesar-pembesar Quraisy,
membuka rahasia laskar Islam yang dipersiapkan secara matang oleh Rasulullah ke
Makkah, agar mereka mempunyai gambaran atas keadaan kaum muslimin di Madinah.
Surat itu
diserahkan kepada seorang wanita. Dia menyuruh wanita tersebut agar
merahasiakan surat itu di sanggul rambutnya sehingga jika ada orang yang
menghadang kendaraannya, maka surat itu tidak akan diketahui. Dia berjanji pada
wanita itu akan memberi hadiah yang mahal bila surat itu telah sampai di tangan
pembesar Quraisy.
Namun
sayangnya, Baru saja wanita tersebut meninggalkan Madinah, malaikat Jibril
segera memberitahu Rasulullah tentang apa yang telah dilakukan Hatib. Maka
Rasulullah cepat-cepat memanggil Ali Ibn Abi Thalib dan Zubair Ibn Awwam.
Baginda berkata: "Kejarlah wanita itu, Dia memberitahu surat Hatib
untuk para pembesar Quraisy yang isinya menerangkan mereka tentang persiapan
yang telah kita himpun dalam menaklukkan mereka."
Maka
dengan segera, Ali dan Zubair pun bergegas keluar mencari wanita itu dan
keduanya menemukan wanita tersebut di daerah Raudhah Khah, 7 batu dari Madinah.
Ketika Ali menyuruh wanita itu supaya mengeluarkan surat Hatib, wanita itu
tidak mengaku kalau dia sedang membawa surat. Maka Ali pun berdiri dan
memeriksa kenderaannya, tetapi Ali tidak menemukan surat itu.
Akhirnya
dengan marah Ali memandang wanita tersebut dan berkata: "Aku bersumpah
kepada Allah bahwa Rasulullah tidak pernah berdusta. Sekarang kamu harus pilih
apakah kamu mau menyerahkan surat itu kepadaku, ataukah aku harus menelanjangi
kamu!" Setelah Ali bersikap kasar dan memberi dua pilihan, akhirnya
wanita itu berkata: "Berpalinglah." Setelah itu Ali
membalikkan badan kemudian wanita itu membuka ikatan rambutnya dan mengeluarkan
surat darinya, lalu menyerahkan surat itu kepada Ali.
Ali dan
Zubair segera kembali kepada Rasulullah dengan membawa surat Hatib. Rasulullah
menghadirkan Hatib Ibn Abu Balta'ah dan bertanya kepadanya, "Wahai
Hatib, apa yang mendorong kamu berbuat demikian?" Maka oleh
Hatib dijawab dengan nada terputus-putus: "Wahai Rasulullah, janganlah
tergesa-gesa menghukum diriku. Semua itu kulakukan karena aku bukan dari
golongan Quraisy, di Makkah aku masih mempunyai sanak saudara. Maka aku ingin
kaum Quraisy menjaga keluargaku di Makkah. Dan sungguh, itu aku lakukan bukan
karena aku telah murtad dari Islam, dan bukan pula aku rela kepada kekufuran
sesudah iman." Rasulullah
memandang semua sahabat yang hadir dengan wajah bersinar, dan Baginda berkata
kepada mereka: "Bagaimana pun juga, Dia telah berkata jujur."
Suasana
pun menjadi hening sejenak, tiba-tiba Umar berkata "Wahai Rasulullah,
izinkan aku memenggal leher orang munafik ini." Umar beranggapan bahwa membocorkan
rahasia-rahasia laskar Islam merupakan pengkhianatan terhadap Allah dan
Rasul-Nya, maka balasannya adalah harus dibunuh. Orang yang mengadakan hubungan
dengan musuh, maka balasannya adalah dijatuhi hukuman mati. Sementara itu Rasulullah telah memaafkan
Hatib karena ia telah mengakui dosanya.
Selain itu
Baginda mengingat perjuangan Hatib di masa lalu karena ia berjuang di medan
perang Badar, sehingga banyak pasukan musyrikin yang mati di bawah tebasan
pedangnya. Ia berani menghadapi bahaya dengan menerjang barisan musuh.
Rasulullah juga mengingat posisi Hatib pada hari Bai'atur Ridwan di bawah
sebuah pohon yang diberkahi, di mana pada saat itu para malaikat menyaksikan
orang-orang mukmin yang sedang mengulurkan tangan mereka untuk berbaiat kepada
Rasulullah.
0 Komentar