Penjelasan Amina Wadud terkait perihal Poligami


Poligami, satu kata yang bisa dikatakan begitu kedengaran merdu bagi sebagian seorang suami, namun tidak bagi seorang istri. Maka tak heran jikalau kata poligami amat yang amat kedengaran Keramat bagi seorang Istri atau perempuan.

Terkait hal ini tentu dalam Agama tidak diam begitu saja menanggapi perihal kehadiran kata poligami yang selalu saja diporak porandakan terlebih bagi kaum laki laki, lucunya lagi kini hadir dengan yang namanya kelas kelas poligami yang berbayar ataupun sejenis Dauroh, seminar dan lainnya. bahkan lebih lucunya ialah diakhir tahun 2018 dan awal 2019 viral dengan Hastag #2019tambahistri, tentu perihal ini adalah hal yang membuat sebagian jantung para istri berdegup kencang.

Dalam pandangan islam Sendiri, Poligami salah satu syariat Islam dimana hukumnya diperbolehkan selama seorang suami mampu memenuhi beberapa Syarat tertentu, tidak langsung main nikah saja dan menganggap dirinya telah mengikuti Sunnah Rasulullah, Tidak hanya itu, seorang istripun patut dipertanyakan perasaan hatinya, apakah ia sanggup atau tidak berada dalam tekanan, paksaan, ataupun yang lain. Karena jangan sampai mengaku baik baik saja tapi faktanya hatinya malah Hancur berkeping keping.

Terlalu banyak seorang suami ketika ditanya akan alasan mereka berpoligami, Maka jawaban mereka tidak lain mengarah pada ayat Al-Qur’an yakni  QS. al-Nisa [4]: 3, yang artinya:

”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat” Bahkan selain menambahkan bumbu bumbu ayat, mereka juga mengisahkan bahwa orang orang terdahulu memang rata rata menggandeng pasangan sebanyak 2, 3 bahkan 4.

Perlu diketahui bahwa pada Zaman dulu sudah berbeda dengan zaman sekarang Dulu memang kebanyakan berpoligami karena ditandai ketergantungan yang sangat besar dari kaum wanita kepada para lelaki. Dimana perempuan dianggap tidak bisa bekerja untuk membiayai dirinya sehingga sangat berpatokan pada laki laki. Dan tentu dalam memandang ayat ini, sosok Amina Wadud (Seorang Muallaf berkelahiran Amerika, sekaligus Tokoh Pemikir) memahaminya melalui beberapa aspek yang berbeda.

Pertama, persoalan anak perempuan yatim. Munculnya kekhawatiran pada mereka yang menjadi wali dari anak perempuan yatim tersebut jikalau pengelolaan harta yang ditinggalkan orang tuanya disalahgunakan, maka untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan, solusi yang ditawarkan Al-Qur’an adalah membolehkan menikahi anak perempuan yatim tersebut.  Dalam konteks ini, Amina Wadud menjelaskan bahwa kebolehan poligami dalam ayat ini semata-mata dalam rangka mencarikan solusi untuk mencegah penyalahgunaan harta anak perempuan yatim oleh wali laki-lakinya. sehingga tidak ada isyarat mengenai kebolehan poligami dalam segala keadaan atau kondisi.

Kedua ialah masalah keadilan. Bagaimanapun ayat tersebut secara jelas membicarakan tentang perintah berlaku adil. Bagi para pendukung poligami, keadilan bagi mereka adalah berkaitan dengan finansial atau meteri. Padahal kebutuhan seorang perempuan atau seorang Istri bukan semata mata  Materi saja, tetapi juga hal-hal yang bersifat non-materi seperti kasih sayang, penghargaan, perhatian, dan lainnya. Atas alasan inilah para pemikir Islam kontemporer menyatakan bahwa pernikahan yang ideal menurut Al-Qur’an adalah Monogami.

Maka betapa Bijaknya Islam, dikarenakan Allah memperingatkan kepada kaum para suami yang hendak berpoligami dengan lanjutan ayat diatas dengan kalimat

“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Selain pandangan Amina Wadud dijelaskannya dari berbagai aspek seperti diatas, rupanya para ulama pun menjelaskan bahwa Syarat syarat poligami diantaranya ialah (Syaikh Mustafa Al Adawiy dalam kitabnya Ahkamun nikah waz zafaf)
  1. Seorang mampu berbuat Adil, tidak hanya itu. seorang suamipun harus tegas dikala mana salah satu istri sedang membujuk dirinya agar tetap bersamanya padahal pada waktu itu adalah jatah istri yang lain.
  2. Aman dari lalai beribadah kepada Allah, point inilah yang sering diabaikan oleh kebanyakan suami. Bagaimana tidak? Bukannya meningkatkan nilai keimanan malah dengan poligami membuat nilai nilai ketakwaan dalam dirinya menurun drastis. Maka tak heran Allah katakan dalam QS. At Taghabun ayat 14 “Hai orang orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri istrimu dan anak anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati hatilah kamu terhadap mereka”
  3. Mampu menjaga para istri, tentu ini adalah kewajiban seroang suami baik dalam menjaga agama maupun kehormatan istri.
  4. Mampu memberi nafkah lahir.
Terakhir yang tidak kalah mengejutkan perihal alasan berpoligami ialah alasan pemenuhan nafsu seks seorang suami atau lelaki. Maka tak heran jikalau para pendukung poligami berpendapat bahwa pemenuhan nafsu seks bagi laki-laki sangat penting demi keromantisan rumah tangga. Itulah mengapa jika seorang suami tidak terpenuhi kebutuhan seksnya dengan seorang istri entah karena alasan apapun itu, maka dia boleh beristri kedua, ketiga, sampai keempat.

Dalam perihal ini Amina Wadud menambahkan bahwa alasan seperti ini sangat tidak pantas dijadikan landasan oleh seorang laki-laki atau suami, karena ini membuktikan akan betapa minimnya kualitas Iman mereka. Bukankah dalam Al-Qur’an sendiri dianjurkan setiap orang agar mampu mengendalikan diri (nafsu)nya demi meningkatkan ketaatan kepada Allah. seperti yang terkandung dalam (QS. Al An’am [6]: 119) “Dan sesungguhnya kebanyakan (Dari Manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hafa nafsu mereka tanpa pengetahuan”.

Posting Komentar

0 Komentar